Jumat, 02 Maret 2012

PERKEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH 1990 - 2010

          Perkembangan bank syariah di Indonesia pasca krisis 1997 hingga sekarang merupakan sesuatu yang layak dicermati, ia seakan membiaskan pola ekonomi baru berbasis islam yang punya kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hingga memasuki awal tahun 2007 telah berdiri 3 bank umum syariah dan 25 bank konvensional yang membuka unit usaha syariah serta 107 Bank Perkreditan Rakyat Syariah. Hasilnya Pangsa pasar perbankan syariah pada tahun awal tahun 2007 ini, telah mencapai 1,6 % dari total pangsa pasar perbankan di Indonesia. Dan melalui program akselerasi Bank Indonesia diharapkan pada desember 2008 pangsa pasar perbankan syariah sudah mencapai 5,25% dari total pangsa pasar perbankan nasional.
          Secara umum bank syariah dapat diartikan sebagai media intermediasi yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya dilandasi oleh syariat-syariat islam baik dalam bentuk jual-beli, bagi hasil maupun sewamenyewa. Namun secara eksplisit konsep bagi hasillah yang benar-benar mewakili konsep islam dalam perbankan, karena selain ia bisa mengerakkan sektor rill secara berimbang, ia juga berindikasi jangka panjang sehingga akan mempunyai kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan. Jadi berdasarkan pengertian diatas idealnya bank syariah adalah bank bagi hasil yang mengedepankan konsep loss and profit sharing dalam pegembangan produknya. Dan dalam pengembangannya ia menggunakan konsep mua’malah islamiyah ala indonesia yang diijtihadkan MUI (Majelis Ulama’ Indonesia) melalui DSN (Dewan Syariah Nasional), lalu prakteknya diawasi oleh DPS (Dewan Pengawas Syariah) sehingga akan menciptakan suatu mekanisme perbankan yang diharapkan mampu memberi kemaslahatan objektif bagi umat seluruh alam.
          Namun fakta yang ada sekarang adalah perkembangan bank syariah didominasi oleh produk jual beli terutama murabahah yang berdasarkan data pada Februari 2007 menunjukkan pembiayaan dengan akad murabahah mencapai 62% dari total pembiayaan yang ada di perbankan syariah, sementara pembiayaan mudharabah dan musyarakah yang diberikan hanya sekitar 30% dari total pembiayaan yang ada. Hal ini mengindikasikan bahwa ketertarikan nasabah pada perbankan syariah masih didominasi oleh faktor idealitas bukan objektifitas kualitasnya, hingga mereka lebih tertarik menggunakan pembiayaan jangka pendek yang beresiko lebih kecil dibandingkan mudharabah atau musyarakah yang bersifat jangka panjang. Hal ini secara objektif kembali menunjukkan kelemahan bank syariah sebagai bank bagi hasil dalam mengaplikasikan dan mensosialisasikan produk-produknya.
           Hingga sekarang permasalahan-permasalahan klasik bank syariah seakan menemui jalan buntu dalam penyelesaiannya, karena dampak dari solusi-solusi yang pernah ditawarkan belum dapat dirasakan. Pencapaiannya baru sebatas memberi pengetahuan belum dapat menimbulkan kemauan yang objektif untuk melirik bank syariah sebagai media intermediasi uangnya karena itu timbul kesenjangan antara keinginan dan pemahaman. Disisi lain Kompetensi sumber daya insani perbankan syariah belum bisa dikatakan memadai untuk melakukan investasi pola bagi hasil yang diharapkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar